* * *
Di tengah acara mengisi perut, gadis berambut merah tadi tiba-tiba duduk lagi di kursi yang sama.
"Puas kamu? Mempermalukan saya? Menginjak-injak harga diri saya?" cecarnya dengan suara bergetar.
Aku lalu berhenti makan dan menatap matanya. Saya melihat bayangan samar saya pada matanya yang berkaca-kaca. Tapi saya bisa melihat dengan jelas diri saya pada dirinya.
"Kamu lihat 'kan, aku sedang makan sama keluargaku? Sekarang aku kembalikan harga dirimu yang aku injak-injak tadi. Tolong tinggalkan kami, lupakan kejadian tadi, dan bawalah harga dirimu yang sama seperti sebelumnya..."
Ia terperangah. Pasti karena aku menganggap harga diri seperti barang yang bisa diberi seenak jidat. Percayalah, aku sedang berusaha menghiburnya. Hanya tak tahu mau ngomong apa. xp
"Kenapa kamu kembalikan...?" tanyanya.
"Aku pernah berada di posisimu. Dulu sering. Baik di sekolah, di lingkungan, apalagi di keluarga." jawabku setengah curhat, setengah berharap keluargaku tersentil. Tapi mereka hanya melirik, dan melanjutkan makanan mereka sampai titik karbohidrat penghabisan. Benar-benar pukulan yang berat mengetahui bahwa ternyata keluarga, yang begitu kau banggakan, begitu kau percaya, mengabaikanmu. Menyalahpahami dirimu.
Nafsu makanku hilang. Tepat saat gadis itu beranjak pergi dari kursinya, aku berdiri dan memanggilnya,"Hei, tunggu! Aku ikut denganmu..."
"Ma, Pa, aku pergi sebentar ya. Telepon kalau kalian sudah selesai..."
"Makananmu tidak dihabiskan? Tinggal 2 sendok...," sahut ayah.
"Kenyang..."
"Ya udah. Sana..."
Aku pun berjalan menjejeri gadis itu. "Namamu siapa?" tanyaku.
"Diandra. Kamu?" sahutnya lirih.
"Aku Lalita."